Jawahirul Qur’an #14—5 Mei 2025

— Oleh

Ngaji Jawahirul Al-Qur’an Episode ke-14
Karya Imam al-Ghazali
5 Mei 2025

Tema: Mengapa Al-Qur’an Perlu Ditafsir?

Resume oleh Warna Embun

Lanjut ngaji tentang kitab Jawahirul Qur’an karya Imam Al-Ghazali, membahas “mutiara” (jawahir) dari kedalaman samudera Al-Qur’an. Episode ini merujuk pada halaman 57 kitab edisi baru tahun 2023 (edisi lama halaman 86, tahun 2019) terbitan Darul Minhaj.

Maaf saya terlambat 12 menit.


Mengapa Al-Qur’an Perlu Ditafsirkan?

Boleh jadi engkau, pembaca kitab Jawahirul Qur’an ini, ditampakkan hakikat-hakikat, yaitu makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an, dalam bentuk perlambang-perlambang. Karena hal itu tidak diungkapkan secara jelas, engkau mungkin akan kebingungan dan tetap dalam kebodohan.

Ketahuilah bahwa mengungkapkan hal-hal dari alam malakut melalui perlambang-perlambang ini seperti seseorang yang tidur lalu dia melihat pengetahuan makhluk berupa simbol-simbol dalam lauhul mahfudz (tablet raksasa atau big data cloud). Simbol-simbol tersebut tersandikan (encrypted) dalam bentuk kode-kode rahasia.

Ketika engkau terbangun dari tidur dan masih mengingatnya, maka engkau harus menafsirkannya. Sadari pula bahwa kondisi terbangun (tersadar) di dunia ini sejatinya masih seperti tertidur, dan engkau baru benar-benar bangun ketika wafat.


Manusia dalam Keadaan Tidur di Dunia

Manusia seluruhnya di dunia ini adalah tertidur. Ketika wafat, mereka akan terbangun sepenuhnya. Saat itu, mereka tidak lagi melihat alam malakut melalui perlambang-perlambang, tetapi langsung mengetahui inti dan maknanya. Mereka akan memahami kebenaran dari ajaran Rasulullah SAW.

Seperti dalam kisah seseorang yang bermimpi menjadi muadzin, ia bertanya kepada Ibnu Sirin tentang makna mimpinya. Ibnu Sirin menjawab bahwa mimpi itu perlambang bahwa kelak ia akan menjadi muadzin. Benar saja, di masa depannya lelaki itu menjadi muadzin, dan ia menemukan kebenaran dari perlambang tersebut.

Semua rahasia dunia yang terselubung perlambang kelak akan tersingkap setelah kematian. Kadang, manusia diberikan kesempatan untuk mengintip sedikit dari rahasia-rahasia itu menjelang wafat.

Namun, jika sebelum kematian kita taat kepada Nabi dan Rasul-Nya serta kepada Allah SWT, maka kita tidak akan celaka. Sebaliknya, mereka yang lalai akan menyesal setelah wafat.


Ucapan Penyesalan di Akhirat

Ucapan orang-orang yang menyesal di akhirat:

  • “Andai kami bisa kembali ke dunia dan mengulang waktu, maka kami akan melakukan hal yang berbeda agar kami tidak celaka.”
  • “Ah, celakalah aku karena menjadikan orang jahat sebagai temanku. Seandainya aku bisa kembali ke dunia dan memperbaikinya.”
  • “Andai hari ini aku jadi tanah dan punah sepunah-punahnya, maka aku tidak perlu masuk neraka.”
  • “Wahai kerugian kami karena kami berbuat salah di dunia.”
  • “Wahai kerugianku atas keteledoran diriku di sisi Allah.”
  • “Wahai Tuhanku, aku dulu pernah melihat dan mendengar kebenaran, tapi aku tidak mengikutinya. Celakalah aku sekarang, karena sesungguhnya jika aku tahu, maka aku akan mengikutinya. Namun, aku mengingkarinya karena tiada tahu hakikatnya.”

Alam Kodrati dan Alam Gaib

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa isyarat dalam Al-Qur’an adalah perlambang tentang akhirat. Bahkan ia menggunakan metafora batu mulia seperti giok untuk menggambarkan perlambang ini.

Alam kodrati dan alam gaib itu tersambung, seperti hubungan antara kulit dan isi. Selama manusia hidup di dunia, mereka sebenarnya dalam kondisi tertidur, dan mereka baru akan bangun setelah mati.

Kebenaran yang sejati akan tersingkap sepenuhnya setelah wafat. Sebelum kematian datang, manusia hanya mampu memahami kebenaran dalam bentuk metafora, karena terbelenggu oleh pandangan indera fisiknya.

Karena itu, manusia seringkali hanya mengurusi tubuh lahiriahnya dan lalai memahami ruhnya sendiri.

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.