Jawahirul Al-Qur’an 13—28 April 2025

— Oleh

Karya Imam al-Ghazali tentang “mutiara” (jawahir) dari kedalaman samudera Qur’an, halaman 55 kitab edisi baru 2023 (edisi lama halaman 84, 2019) Darul Minhaj.

Live streaming pada 28 April 2025

Resume oleh Warna Embun

Maaf saya terlambat 6 menit.

Lanjut ngaji. Ketahuilah bahwa Al-Qur’an sesungguhnya mengandung banyak hal seperti tamsil-tamsil (perlambang-perlambang). Ketahuilah, lewat sabda Rasulullah SAW bahwa hati seorang mukmin berada di antara kedua jari Allah SWT. Ini dimaksudkan bahwa hati seorang mukmin cepat sekali dibolak-balikkan Allah SWT, yaitu di antara sentuhan malaikat dan sentuhan syaitan.

Melalui malaikat dan syaitan inilah Allah SWT membolak-balikkan hati seorang mukmin seperti engkau membolak-balikkan sebuah barang dengan jarimu.

Maka lihatlah bagaimana engkau mengetahui hubungan kedua malaikat dan syaitan yang merupakan simbol kebaikan dan kejahatan. Keduanya ditundukkan oleh Allah SWT untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Tentu saja, jari-jari tadi adalah perlambang dan bukan bentuk fisik dari malaikat.

Ingatlah sabda Rasulullah SAW tentang, “Sesungguhnya Nabi Adam A.S (manusia pertama) diciptakan menurut gambarnya Allah SWT.” Ini bukan bermakna bahwa wujud Allah SWT itu seperti Nabi Adam A.S, melainkan hanya merujuk pada bentuk desainnya saja.

Dengan hadits tersebut telah jelas bahwa orang-orang yang bodoh akan percaya bahwa Allah SWT punya bentuk. Cukup demikian contohnya yang sudah jelas menjelaskan karena bagi orang yang bodoh, banyak contoh hanya akan membingungkannya saja.

Setelah engkau memahami makna jari-jari tadi, maka akan memungkinkan engkau memahami tentang makna kalam (pena), tangan, arah kanan, wajah, dan bentuk. Ini semua adalah petunjuk yang bermakna ruhani.

Pada intinya, kalam (pena) adalah sesuatu yang dipakai untuk menulis dan tidak harus menulis secara jasmani. Dalam penafsiran ruhani, kalam (pena) menulis pengetahuan di dalam pikiran atau memori.

Maka lebih layaklah dipahami bahwa “Allah SWT mengajarkan kepada manusia melalui kalam, dan melalui kalam ini Allah SWT mengajarkan kepada manusia hal-hal yang belum diketahui manusia.” Dalam konteks ayat ini, kalam yang disebutkan bersifat ruhani.

Adapun jika kalam (pena) terbuat dari kayu, maka ini bukanlah kalam (pena) sejati. Sesungguhnya, kalam tersebut merujuk kepada kemampuan untuk menggoreskan atau menuliskan ke suatu permukaan sehingga tercatat. Inilah definisi dari kalam.

Maka ketika engkau sudah mencapai inti dari sesuatu, maka engkau sudah mencapai level manusia ruhani, yaitu pemahaman terhadap esensi dan bukan pada bentuk luarnya atau bentuk fisiknya.

Jika engkau sudah mencapai posisi ini, maka engkau akan dibukakan pintu-pintu alam malakut dan diberikan keahlian atau kompetensi untuk menyertai para malaikat yang tinggi. Sebaik-baiknya mereka-mereka itu sebagai teman.

Jangan menganggap mustahil di dalam Al-Qur’an tentang isyarat-isyarat mengenai hal ini.

Jika engkau tidak kuat untuk menahan atau menyabarkan diri terhadap sesuatu yang mengetuk-ngetuk telingamu, yaitu isyarat-isyarat ini, selama tidak disandarkan kepada tafsir dari sahabat (tidak ada penjelasan dari Rasulullah SAW yang diteruskan kepada para sahabat), maka wajib taqlid kepada para ulama.

Contohnya, lihatlah tafsir firman Allah SWT tentang, “Menurunkan Allah SWT dari langit air hujan dan mengalirlah ke lembah-lembah, jurang-jurang, sesuai dengan kadarnya (sesuai besar dan dalamnya lembah atau jurang) sehingga membawa banjir dan buih air yang meluap.”

Pada penjelasannya, ini adalah tentang perlambang wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Wahyu ini diserupakan dengan hujan, dan ini juga menjadi perlambang pengetahuan (ilham) yang diturunkan kepada hati, kalbu, atau pikiran manusia.

Besar-kecilnya kemampuan menampung wahyu atau ilham tersebut akan berbeda-beda untuk setiap individu. Kemampuan menampung air dan menyerap air setara dengan level kepintaran individu. Buih air yang meluap merujuk kepada bagian yang harus dibuang karena buih air itu perlambang kesesatan.

Contoh satu ini sudah cukup menjelaskan karena jika ditambahkan dari kadar ini akan menyulitkan dirimu memahaminya.

Ketahuilah, jika seseorang tidak mampu memahami, maka sesungguhnya Al-Qur’an akan menyampaikan kepada dirimu suatu jalan. Jika engkau tidur, maka engkau akan melihat rohmu di hadapan Allah SWT, suatu papan yang dipelihara Allah SWT dari setan dan iblis.

Sesungguhnya, takwil atau menafsir ayat dan hadits itu seperti menafsir mimpi. Karena itu aku, Imam Al-Ghazali, memaksudkan para mufassir berputar-putar di bagian kulit (gerbang masuk) lebih dahulu sebelum bisa masuk ke dalam inti.

Termasuk juga memahami makna cincin dan farji-farji sebagai perlambang dari azan sebelum subuh (yang sudah dijelaskan di ngaji sebelumnya di bulan Ramadhan).

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.