Ihya’ #420—15 Mei 2025

— Oleh

420. Ngaji Kitab Ihya bab 6, Mengkritik Kekayaan (Jeratan Dunia). 15 Mei 2025. Hal 195, PDF Darul Minhaj.

Resume oleh Warna Embun


Melanjutkan ngaji tentang orang-orang yang pelit.

Menurut Abu Hanifah, “orang yang pelit akan menyulit-nyulitkan suatu perkara ketika dirinya menjadi saksi dan akan berusaha mengambil keuntungan sebesar-besarnya ketika haknya diambil orang lain. Orang pelit seperti ini akan cenderung mengambil yang bukan haknya.”

Berkata Sayyidina Ali R.A, “tidak akan memaksimalkan seseorang yang mulia (yang punya harga diri) terhadap hak-hak orang lain (tidak ambil keuntungan dari situasi).”

Riwayat Rasulullah SAW tentang sesuatu rahasia yang hanya dibagikan kepada Siti Hafsah dan diminta untuk merahasiakan, namun malah disampaikan kepada istrinya yang lain yaitu Siti Aisyah, sehingga Rasulullah SAW menegur Siti Hafsah. Karena terkejut, Siti Hafsah bertanya bagaimana Rasulullah SAW bisa tahu, dan jawabannya adalah karena Allah SWT yang memberitahu Rasulullah SAW. Ini adalah contoh orang karim yang menegur dengan santun dan menjaga harga dirinya. (Bahasa Inggris: magnanimous).

Menurut Al Jahiz, seorang penulis, kenikmatan dalam hidup itu ada tiga, yaitu mencela orang-orang pelit, makan dendeng daging, dan menggaruk koreng/gudik.

Berkata Bisyr Al Hafi (julukan untuk wali yang sepanjang hidupnya tidak pakai sandal karena pada masa lalu sandalnya rusak dan dibawa untuk diperbaiki, tetapi ucapan tukang perbaikan sandal menyatakan urusan perbaikan sandal itu sepele sehingga wali menyatakan tidak akan pakai sandal seumur hidup), “orang yang pelit jadi bahan buat dighibahi itu tidak masalah.”

Riwayat Rasulullah SAW menyebutkan, “sesungguhnya kamu adalah orang yang pelit (langsung kepada orang yang pelit).” Pada saat bersamaan, seorang wanita dipuji di depan Rasulullah SAW, “Wahai Nabi, perempuan ini banyak puasanya, sangat baik, namun ada kekurangannya, yaitu perempuan ini pelit.” Rasulullah SAW merespons, “Lalu apa gunanya (berpuasa)?”

Berkata Imam Bisyr Al Hafi, “melihat orang yang pelit itu hanya bikin pikiran jadi rusuh.”

Berkata Imam Yahya bin Wahid, “walau seseorang itu jahat tetapi dermawan, maka dirinya akan masyhur di antara sekitarnya, dan sebaliknya walau seseorang itu shaleh tetapi dirinya pelit, maka dirinya akan tidak disukai sekitarnya.”

Berkata Imam Ibnu Muttas (yang mengajarkan science of eloquence), “orang yang paling pelit di antara manusia adalah orang yang paling pelit dengan hartanya dan paling dermawan dengan harga dirinya (maksudnya harga dirinya dipandang rendah karena harga dirinya terhina).”

Bertemu Nabi Yahya bin Zakaria dengan iblis dalam bentuk aslinya. Nabi Yahya bertanya, “Wahai iblis, katakan padaku siapa orang yang paling kau cintai dan yang paling kau benci?” Iblis menjawab, “Aku paling cinta kepada mukmin (orang beriman) yang pelit dan aku paling benci orang fasik (bukan orang baik) yang dermawan.”

Nabi Yahya bertanya lagi, “Kenapa demikian?”

Iblis menjawab, “Orang mukmin pelit tidak akan berbuat kebaikan dan itu membuatku tenang, sedangkan orang fasik yang dermawan suatu ketika akan dilihat Allah SWT dan mengampuni kefasikannya.”

Kemudian iblis berpaling dan berkata, “Wahai Yahya, seandainya engkau bukan nabi maka aku tidak akan beritahu rahasia ini.”

SELESAI untuk bagian kisah ulama, para sufi, dan para sahabat.

Masuk bab baru, kisah-kisah orang yang pelit.

Ini adalah kisah orang-orang yang pelit dari riwayat Imam Al Jahiz. Orang pelit ini tinggal di kota Basrah. Seorang kaya kedatangan tamu, yaitu temannya yang juga kaya tetapi pelit. Lalu disajikan sate kebab dengan telur. Tamu ini makan sajian tersebut sebanyak-banyaknya dan minum hingga begah kekenyangan.

Tamu ini mulai merasa sakit dan datang ke dokter menyampaikan keluhannya. Dokter menjawab bahwa solusinya mudah, yaitu memuntahkan makanan yang kebanyakan dimakan tadi. Tamu ini terkejut karena merasa tidak suka dengan saran dokter sehingga berkomentar bahwa dirinya lebih memilih mati daripada memuntahkan makanan enak (saking pelitnya).

Kisah lainnya, ada seorang badui mencari temannya dan akhirnya bertemu. Saat itu temannya sedang memiliki buah tin sehingga dia menyembunyikan buah tin tersebut khawatir diminta oleh si badui.

Kemudian si teman bertanya, “Apakah kamu bisa membaca Al-Qur’an?”

Badui menjawab bahwa ia bisa, lalu membaca ayat dari surat At-Tin, tetapi kata tin dihilangkan. Temannya bertanya kenapa ayatnya ada yang hilang, dan si badui menjawab, “Buah tin itu disembunyikan di bawah selimutmu.”

Kisah lain, ada seorang teman diajak main ke rumah temannya yang lain seharian tetapi tidak diberikan sajian. Teman ini hampir-hampir menjadi gila karena tidak makan dan minum seharian, sehingga tuan rumah mengambil tongkat dan berkata, “Demi hidupku, apa yang ingin kau dengar?”

Temannya menjawab, “Aku ingin dengar suara sutil beradu dengan wajan (memasak makanan).”

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.