QS. Alu ‘Imran: 90-100

Tafsir Muhammad Asad
— Oleh

Beberapa Percakapan Ahlul Kitab

“Sungguh, orang-orang yang berkukuh mengingkari kebenaran sesudah meraih iman, kemudian bertambah [bahkan lebih keras kepala] dalam penolakan mereka terhadap kebenaran, tobat mereka [dari dosa-dosa yang lain] tidak akan diterima: sebab, mereka itulah orang-orang yang tersesat. Sungguh, orang-orang yang berkukuh mengingkari kebenaran dan mati sebagai pengingkar kebenaran – seluruh emas di muka bumi sekalipun tidak akan dapat menjadi tebusan mereka. Bagi mereka itulah tersedia penderitaan yang pedih; dan mereka tidak akan memperoleh seorang pun penolong.” [QS Alu Imran, 3:90-91]

Ayat 3:90-91 bicara tentang taubat orang-orang kafir yang tak diterima Tuhan di akhirat, walau mereka menebus dosa-dosanya dengan seluruh emas di muka bumi. Pelajaran dari ayat 3:90-91 itu: kekayaan material seseorang di dunia tak akan menolongnya di hadapan Tuhan nanti. Yang menolong: amal baik.

Ini juga sekaligus kritik kepada orang-orang yang membiarkan fokus batinnya terserap oleh dunia, lupa pada kehidupan akhirat.

Ayat 3:92 menegaskan ayat sebelumnya: bahwa amal baiklah yang bisa menolong seseorang. Amal baik ialah: berbagi kekayaan dengan orang lain/infaq.

“[Adapun kalian, wahai orang-orang beriman,] tidak akan pernah kalian meraih keimanan sejati, kecuali kalian menafkahkan sebagian dari apa yang kalian sendiri cintai untuk orang lain; dan apa pun yang kalian nafkahkan – sungguh, Allah Maha Mengetahuinya.” [QS Alu Imran, 3:92]

Sedangkan ayat selanjutnya, 3:93-94, berisi tentang kritik atas keberatan orang Yahudi terhadap keharaman daging unta.

“Pada mulanya, semua makanan dihalalkan bagi bani Israil, kecuali yang Israil haramkan bagi dirinya sendiri [karena dosa yang dilakukannya] sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: “Maka, datanglah dengan membawa Taurat, lalu bacalah ia, jika apa yang kalian katakan itu benar!” Dan, siapa pun yang sesudah itu membuat-buat dusta tentang Allah – mereka, mereka itulah orang-orang zalim!” [QS Alu Imran, 3: 93-94]

Ayat 3:93-94 adalah kritik atas orang-orang Yahudi yang keberatan umat Islam mengonsumsi daging unta, padahal unta diharamkan dalam Hukum Torah. Kata orang-orang Yahudi: Jika umat Islam mengikuti ajaran Ibrahim dan meneruskan kebenaran nabi-nabi sebelumnya, kenapa menghalalkan daging onta? Dalam Leviticus atau Kitab Imamat di Perjanjian Lama, daging onta memang eksplisit diharamkan. Baca Imamat 11:4 ini: 

“Tetapi inilah yang tidak boleh kamu makan dari memamah biak atau dari yang berkuku belah: unta, karena memang memamah biak, tetapi tidak berkuku belah; haram itu bagimu.”

Keberatan orang-orang Yahudi di Madinah ini mengingatkan kita pada protes/sanggahan orang-orang Farisi atas Yesus dulu seperti sudah pernah saya bahas. Sejarah Yesus dengan orang-orang Yahudi di Yerusalem dan Galilea berulang pada orang-orang Yahudi di Madinah terhadap Nabi Muhammad. Jawaban Quran atas keberatan orang-orang Yahudi di Madinah itu tergambar dalam ayat 3:93 di atas.

Penjelasan Asad atas ayat 3:93 tadi perlu dibaca juga. Ia menjelaskannya demikian: 

“Sampai titik ini, sebagian besar isi surah ini membahas asal-muasal ilahiah Al-Quran dan bermaksud menegakkan hakikat dakwah sejati yang diamanatkan kepada Nabi – yakni, ajakannya untuk mengakui keesaan dan keunikan Allah. Kini, ayat 93-97 dicurahkan untuk menyangkal dua keberatan pihak Yahudi, yakni sesuatu yang mereka sebut sebagai pelanggaran Al-Quran terhadap hukum-hukum Bibel, terlepas dari klaim yang sering diulang oleh Al-Quran bahwa ia mempertegas kebenaran yang ada dalam ajaran-ajaran para nabi sebelumnya. Dua keberatan tersebut meliputi: pertama, pembatalan Al-Quran terhadap penghalalan dan pengharaman makanan yang telah ditetapkan dalam Taurat, dan kedua, tuduhan “pengalihan” kiblat (qiblah) dari Yerusalem ke Makkah. Untuk menjawab keberatan yang terkait dengan hukum makanan Yahudi, Al-Quran mengingatkan bahwa pada mulanya semua makanan halal bagi Bani Israil, dan bahwa pembatasan ketat yang akhirnya diterapkan terhadap mereka dalam Taurat hanyalah merupakan suatu hukuman bagi dosa-dosa mereka (bdk. Surah Al-An’am [6]: 146) dan, karena itu, tidak pernah dimaksudkan bahi kaum yang benar-benar berserah diri kepada Allah. Mengenai jawaban atas keberatan kedua, lihat ayat 94”. 

Inti jawaban Quran itu adalah sebagai berikut: seluruh makanan pada dasarnya halal. Sejumlah makanan diharamkan pada bangsa Yahudi setelah era eksodus. Pengharaman itu adalah sebagai hukuman bagi bangsa Yahudi atas dosa-dosa mereka. Karena itu, keharaman itu tak berlaku bagi umat Islam. Dengan kata lain, Quran hendak melakukan “partikularisasi”/pengkhususan hukum-hukum Torah terkait dengan makanan (dietary laws) pada orang Yahudi saja. Ayat-ayat setelah itu berbicara tentang sosok Ibrahim: sumber yang menyatukan tiga agama-agama semitik — Yahudi, Kristen, Islam.

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.