Polemik Ramalan Kedatangan Nabi Muhammad
“Dan, lihatlah! Allah menerima sumpah setia dari orang-orang yang telah dianugerahi wahyu terdahulu [tatkala Dia meminta kepada mereka]: “Jadikanlah (wahyu) itu diketahui manusia, dan jangan menyembunyikannya!” Namun, mereka melempar [sumpah] ini ke belakang punggung mereka, dan mempertukarkannya dengan keuntungan nan sepele: dan betapa jahatnya tukaran yang mereka terima itu!” [QS Alu Imran, 3: 187]
Ayat 187 berisi kritik yang lain atas orang-orang Yahudi dan Kristen yang menolak ramalan dalam Kitab Suci mereka tentang kedatangan Muhammad sebagai nabi. Tema soal ramalan kedatangan Muhammad dalam Taurat dan Injil ini menjadi bahan polemik-apologetika sepanjang zaman.
Banyak sarjana Muslim, baik klasik atau modern, yang menulis apologetika tentang adanya ramalan dalam Alkitab mengenai kedatangan Nabi Muhammad. Sementara bantahan apologetis dari kalangan Kristen yang menolak adanya ramalan dalam Alkitab tentang datangnya Nabi Muhammad ini juga banyak sekali. Sejarah debat apologetis ini menarik sebagai bahan studi. Tapi sebaiknya kita memasuki babak baru yang lebih produktif: saling memahami perbedaan. Debat apologetis mungkin memang salah satu ciri penting hubungan antar-agama di lampau yang cenderung saling menaklukkan (triumfalisme). Dalam perkembangan lebih lanjut, umat Islam, Yahudi dan Kristen toh bisa hidup berdampingan dalam era yang lama. Misalnya di Spanyol (Andalusia). Selama berabad2, tiga umat agama semitik (Islam, Yahudi dan Kristen) hidup damai, berdampingan, dalam sistem “la convivencia”. La convivencia bisa diterjemahkan secara baik dengan bahasa Jawa ini: bebrayan. Salah satu buku menarik yang mengulas hidup-bareng-damai (la convivencia) antara Muslim, Yahudi, Kristen di Spanyol adalah buku berjudul The Ornament of the Word: How Muslims, Jews, and Christians Created a Culture of Tolerance in Medieval Spain, karya Maria Rosa Menocal.
Tapi teori tentang “la convivencia” tak sepenuhnya disetujui semua sejarawan. Salah satu pengkritiknya: Mark Cohen, profesor di Princeton University yang telah menuliskan gagasannya dalam bukunya berjudul Under Crescent & Cross; The Jews in the Middle Ages.
Tantangan ke depannya adalah agama-agama semitik mesti mengembangkan sikap yang positif terhadap agama-agama lokal.