Cobaan (Bala’) Menurut Al-Quran
“Kalian pasti akan diuji terhadap harta kalian dan diri kalian; dan kalian benar-benar akan mendengar banyak hal yang menyakitkan dari orang-orang yang telah dianugerahi wahyu sebelum zaman kalian, serta dari orang-orang yang menisbahkan ketuhanan kepada wujud-wujud lain selain Allah. Akan tetapi, jika kalian tetap sabar dalam menghadapi kesusahan dan sadar akan Dia – perhatikanlah, inilah sesuatu yang hendaknya ditekadkan.” [QS Alu Imran, 3: 186]
Ayat berikutnya, 3:186, menjelaskan tentang ajaran penting lagi dalam Quran, yaitu konsep cobaan/bala’. Tribulation in life. Agama mengajarkan bahwa hidup penuh dengan cobaan. Agama memandang cobaan sebagai bala’ atau ujian: agar muncul kualitas-kualitas terbaik dalam diri seseorang. Ujian itu bisa mengenai diri kita atau harta kita. Redaksi yang dipakai Quran menarik: latublawunna; ada dua partikel di sana yang menegaskan penekanan: lam qasam di awal dan nun taukid di akhir. Latublawunna maknanya: sungguh benar-benar kalian akan dicoba/diberikan ujian (bala’): menegaskan pentingnya ajaran tentang bala’ ini.
Ujian bagi orang beriman juga bisa datang dari arah lain, yaitu ujian atas iman mereka yang datang dari pada “detractors”, penentang/penyangkal. Dalam ayat 3:186 itu ditegaskan: pengikut Nabi akan mendengar banyak hal yang menyakitkan dari dua kelompok sosial yang menentang mereka. Dua kelompok sosial itu ialah: ahlul kitab (terutama komunitas Yahudi) dan orang-orang Quraisy yang memusuhi dakwah Nabi. Dengan kata lain: tantangan yang dihadapi oleh Nabi datang dari dua arah sekaligus: dari dalam sesama agama semitik dan dari “paganisme”. Tantangan-tantangan ini semua adalah bagian dari bala’ atau ujian atas iman para pengikut Nabi.
Ayat 3:186 ini sebetulnya merekam salah satu fase penting dalam hubungan antar-agama di masa lampau: fase saling menaklukkan dan konflik. Di era pra-multikulturalisme, sudah merupakan hal yang jamak jika agama saling ingin menaklukkan yang lain; saling menafikan; konflik. Agama-agama besar dunia mempunyai watak yang sama: triumfalistik; saling ingin menaklukkan yang lain. Kedatangan agama baru dianggap sebagai ancaman. Sikap-sikap orang Yahudi atas umat Islam di Madinah adalah contoh dari gejala yang lazim pada abad-abad itu: gejala triumfalisme. Islam sendiri menentang triumfalisme; sebaliknya mengajarkan “humility in truth”, kerendah-hatian dalam memeluk kebenaran. Meskipun dalam sejarah, umat Islam kadang gagal memenuhi tuntutan ajaran Islam yang menolak triumfalisme ini. Ujung ayat 3:186 itu menarik: jika kalian sabar saat mendapatkan ejekan dari orang-orang Yahudi/orang-orang musyik, itu lebih utama (preferrable).