QS. Alu ‘Imran: 13

Tafsir Muhammad Asad
— Oleh

Perang Badar

Kalian telah melihat suatu tanda dalam dua golongan yang bertemu dalam pertempuran, satu golongan berperang di jalan Allah dan golongan lainnya mengingkari-Nya; dengan mata mereka sendiri, [golongan pertama itu] melihat golongan lainnya berjumlah dua kali lipat daripada jumlah mereka: tetapi, Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa pun yang Dia kehendaki. Perhatikanlah, pada yang demikian itu, sungguh, terdapat suatu pelajaran bagi semua orang yang menggunakan penglihatannya. [QS Alu ‘Imran: 13]

Ayat 3:13 di atas merujuk kepada peristiwa historis penting dalam Islam: Perang Badar. Ayat 3:13 itu mengungkap pelajaran penting: kelompok yang membawa keyakinan bisa mengalahkan musuh yang hanya bertopang pada kekuatan senjata. Dalam perang Badar yang terjadi pada tahun 2 H, jumlah pasukan Nabi yang hanya sepertiga dari pasukan Quraisy, bisa menang. Kemenangan dalam perang tak semata-mata ditentukan oleh faktor senjata atau teknik. Tetapi faktor moral, kejiwaan, keimanan juga menentukan. 

Sebetulnya apa yang ditegaskan dalam ayat 3:13 itu bisa kita generalisir dan menjadi semacam “hukum sosial” yang berlaku dalam banyak kasus. Dalam dunia olahraga, tenis misalnya, seringkali kita melihat petenis-petenis dengan teknik hebat bisa kalah hanya karena faktor mental dan keyakinan.

Saya anggap ayat 3:13 itu tak berlaku hanya dalam Perang Badar saja. Itu hukum sosial yang berlaku umum: faith matters, not just a brute force. Self-confidence, percaya diri, menentukan langkah seseorang dalam hidup. Faktor-faktor mental kerap lebih menentukan dalam memenangkan kompetisi.

Saya suka melakukan “generalisasi” atas ayat yang tampak hanya berbicara tentang kasus yang spesifik. Itulah salah satu metode saya memahami Quran. Metode ini juga sering dipraktekkan oleh Muhammad Asad dalam tafsirnya ini. Merumuskan ajaran umum dari statemen yang spesifik/partikular.

Bagi saya, penggunaan istilah ‘ibrah (عبرة لاولى الابصار) di ujung ayat 3:13 mengandung tujuan tertentu, bukan arbitrer, acak. Kata ‘ibrah dimaknai oleh Asad sebagai pelajaran. Menurut saya terjemahan ini tak mewakili kekayaan semantik dalam kata itu.

Saya akan bahas. Kata ‘ibrah (عبرة) berasal dari kata kerja عبر-يعبر (‘abara-ya’buru) yang artinya melintasi, melewati, to go beyond something. Kata ‘ibrah mengandung makna: melintasi, melampaui sesuatu. Bisa bermakna: transendensi, pelampauan. Kisah tentang Perang Badar dalam ayat 3:13 itu ditutup dengan pernyataan: bahwa dalam hal ini ada ‘ibrah atau pelajaran bagi orang-orang yang berpikir. Ini bermakna: bahwa orang yang berpikir tak memahami sebuah pernyataan atau kisah, ‘mandeg’ pada kisah itu sendiri. Lalu berhenti. Seorang yang berpikir (ulul absar) berusaha melakukan tindakan ‘ibrah, melampaui makna spesifik dari sebuah kisah, ke makna yang general. Karena itu, istilah generalisasi bisa dijadikan sebagai padanan untuk istilah ‘ibrah.

Seorang beriman yang berakal mampu melakukan generalisasi. Kisah-kisah dalam Quran sebaiknya kita dekati dengan pendekatan generalisasi ini. Begitu juga dengan pernyataan-pernyataan Quran yang tampak spesifik/partikular.

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.