QS. Alu ‘Imran: 112-120

Tafsir Muhammad Asad
— Oleh

Sejarah Keyahudian dan Kekristenan

 “Mereka diliputi kenistaan di mana pun mereka berada, kecuali [jika mereka mengikatkan diri kembali] dalam ikatan dengan Allah dan ikatan dengan manusia; karena mereka telah mendapat murka Allah dan diliputi kehinaan: semua ini [menimpa mereka] karena mereka berkukuh mengingkari kebenaran pesan-pesan Allah dan membunuh para nabi dengan melanggar segala (nilai) kebenaran: semua ini, karena mereka membangkang [melawan Allah], dan berkukuh melanggar batas-batas apa yang benar”. [QS Alu Imran, 112]

Ayat 3:112 hendak menegaskan: Bangsa Yahudi mengalami sejarah kelam seperti diaspora karena mereka mengabaikan ajaran Tuhan (covenant).

Ayat itu menyebut dua istilah menarik: hablun minal-Lah (ikatan dengan Tuhan) dan hablun minan-nas (ikatan dengan manusia). Istilah yang “curious”. Dua istilah itu, dalam bacaan saya, merujuk kepada dua bagian dalam Sepuluh Perintah Tuhan dalam Taurat (Perjanjian Lama). Kalau kita baca Sepuluh Perintah Tuhan, ada dua bagian di sana: perintah berkenaan dengan Tuhan; dan perintah berkenaan dengan sesama manusia. Empat perintah pertama dalam Ten Comammandments berkenaan dengan Tuhan; istilah fiqh Islam: huququl-Lah. Enam perintah selebihnya berkenaan dengan hubungan antar sesama manusia; istilah fiqh-nya “huquq al-adamiyyin”. Mari kita baca teks Ten Command berikut ini:

  1. You shall have no other Gods but me.
  2. You shall not make for yourself any idol, nor bow down to it or worship it.
  3. You shall not misuse the name of the Lord your God.
  4. You shall remember and keep the Sabbath day holy.
  5. Respect your father and mother.
  6. You must not commit murder.
  7. You must not commit adultery.
  8. You must not steal.
  9. You must not give false evidence against your neighbour.
  10. You must not be envious of your neighbour’s goods. You shall not be envious of his house nor his wife, nor anything that belongs to your neighbour.

Ayat 3:112 itu menegaskan: bangsa Yahudi mengalami penderitaan dalam sejarah karena mereka meninggalkan Sepuluh Perintah Tuhan itu. Oleh para mufassir klasik, dua istilah itu dikaitkan dengan kewajiban membayar jizyah (pajak) oleh orang Yahudi di bawah pemerintahan Islam. Oleh para mufassir klasik, dua istilah itu dikaitkan dengan kewajiban membayar jizyah (pajak) oleh orang Yahudi di bawah pemerintahan Islam. Misalnya, tafsiran klasik seperti ini bisa kita baca dalam tafsir yang populer di dunia Islam: Tafsir Jalalain.

Saya anggap tafsir semacam itu sangat terkait dengan konteks di mana para mufassir klasik dulu hidup, yaitu era ketika masih ada khilafah. Saya anggap tafsir semacam itu sangat terkait dengan konteks di mana para mufassir klasik dulu hidup, yaitu era ketika masih ada khilafah. Dalam bacaan saya, dua istilah dalam ayat 3:112 itu (hablun minal-Lah dan hablun minan-nas) jelas lebih pas dikaitkan dengan Ten Commandments. Seperti sudah saya sebut tadi, ada aspek “hablun minal-Lah” dan “hablun minan-nas” dalam Ten Commandments. Istilah “hablun” yang dipakai Quran pun secara implisit mengisyaratkan pada konsep “covenant” yang dikenal dalam komunitas Yahudi. Hablun artinya adalah tali atau ikatan. Sangat dekat dengan konsep “covenant” dalam tradisi Yahudi; artinya perjanjian yang mengikat. Tidak seperti penerjemah Quran yang lain, Asad sengaja memaknai istilah “hablun” di sini sebagai ikatan, bukan sekedar tali.

Ayat berikutnya, 3:113-14, menegaskan poin yang berkali-kali saya sampaikan: Quran bersikap fair pada komunitas Yahudi di Madinah. Mari kita baca:

“[Akan tetapi], mereka tidaklah sama semuanya: di antara para penganut wahyu terdahulu ada orang-orang yang lurus, yang membaca pesan-pesan Allah sepanjang malam, dan bersujud di hadapan-Nya]. Mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir, menyuruh berbuat benar dan melarang berbuat salah, serta saling berlomba dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik: mereka ini termasuk orang-orang yang saleh”. [QS Alu Imran, 113-114]Dua ayat tadi membuktikan bahwa Al-Quran tak hanya memgkritik komunitas Yahudi Madinah, tapi juga memuji kebaikan-kebaikan mereka. Al-Quran tidak menggeneralisasi komunitas Yahudi dengan sifat-sifat tertentu yang buruk. Jika ada kualitas baik pada mereka, Al-Quran secara fair memujinya. Sebagian orang-orang Yahudi, demikian tegas ayat 3:113-114 itu, ada yang memiliki kualitas-kualitas keimanan dan ketakwaan. Demikianlah, Al-Quran mengajarkan fairness atau bersikap adil kepada siapapun, bahkan kepada golongan yang kita tak bersepakat dengan mereka.

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.