Perintah Berpegang Erat Pada “Tali Tuhan”
“Dan, berpegang teguhlah kalian semua, bersama-sama, kepada ikatan dengan Allah, dan janganlah saling memisahkan diri. Dan, ingatlah nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kalian: bagaimana Dia, ketika dahulu kalian bermusuhan, menyatukan hati kalian, sehingga dengan nikmat-Nya, kalian menjadi bersaudara; dan [bagaimana, tatkala] kalian telah berada di tepi jurang berapi nan dalam, Dia menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menjelaskan pesan-pesan-Nya kepada kalian, agar kalian memperoleh petunjuk”. [QS Alu Imran, 3:103]
Kalau kita letakkan dalam “siyaq” atau konteks ayat-ayat yang banyak membahas soal komunitas Yahudi/Kristen, makna ayat 3:103 ini menjadi jelas. Yaitu: peringatan kepada umat Islam agar tidak mengulang kesalahan yang pernah dilakukan oleh umat terdahulu karena perbedaan yang memecah-belah.
Ayat berikutnya, 3:105, menegaskan pengertian ini: jangan bercerai-berai setelah mendapat penerangan dari Allah.
“Dan, janganlah menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan suka berselisih paham setelah semua bukti kebenaran datang kepada mereka. Sebab, bagi mereka inilah tersedia pendeitaan yang dahsyat.” [QS Alu Imran, 3: 105]
Tetapi, seperti kita tahu, seringkali umat Islam gagal memenuhi tuntutan ajaran moral yang dikandung dalam ayat 3:103-105 ini. Sejarah umat Islam dari era klasik hingga modern menunjukkan bahwa mereka kerap bertengkar, cerai-berai, karena perbedaan. Tetapi, dalam pandangan saya, skisma atau perbedaan yang membelah dalam Islam masih belum apa-apa jika dibanding dengan yang dialami Kristen. Memang ada skisma dalam Islam yang kemudian melahirkan dua sekte besar dalam Islam, yaitu Sunni dan Syiah. Tetapi konflik dan perang yang timbul karena skisma Sunni-Syiah masih belum ada apa-apanya dibanding dengan sejarah Kristen. Sejarah skisma dalam Kristen yang berdarah-darah berpuncak pada abad ke-16 ketika pecah Perang Agama di Eropa gara-gara reformasi Protestan.
Perang Agama di Eropa itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Salah satunya dikenal dengan Perang Tiga Puluh Tahun (1616-1648). Islam mengalami skisma serupa yang berujung pada konflik berdarah-darah. Tetapi tak sampai berujung pada perang antar sekte yang berkepanjangan. Dalam Yahudi, perpecahan sektarian juga terjadi. Hanya saja karena jumlah populasi Yahudi tidak besar, perpecahan itu tak bawa dampak besar. Di era modern ini, umat Islam mengalami kembali konflik sektarian yang juga cukup memprihatinkan, terutama relasi Sunni-Syiah. Soal perpecahan sektarian ini, Nabi sendiri sudah memprediksi jauh-jauh hari dalam sebuah hadis riwayat Abi Said Al-Khudzri berikut ini:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَن؟
Artinya: Kalian akan ikuti jejak-langkah umat sebelum kalian langkah demi langkah, sedepa demi sedepa; mereka masuk liang pun, kalian ikut.
Pemahaman saya atas hadis itu sebagai berikut: Kalian umat Islam akan mengulang sejarah perpecahan sektarian yang pernah dialami sejarah Yahudi dan Kristen.
Dalam banyak tempat di Quran, Allah selalu ingatkan akan bahaya “pecah belah setelah kebenaran dari Tuhan datang”; misalnya ayat 3:105 ini. Dan selalu yang menjadi contoh yang harus diwaspadai adalah contoh dari umat-umat sebelum Nabi Muhammad, yaitu komunitas Yahudi dan Kristen. Tujuan ayat-ayat ini bukan “menjelekkan” komunitas Yahudi dan Kristen, sebab Quran secara fair mengakui kebaikan2 mereka seperti, misalnya, ayat 3:75. Maksud ayat-ayat itu adalah peringatan agar umat Islam agar tak mengulang kesalahan historis yang pernah diperbuat oleh umat Kristen sebelumnya. Salah satu “kesalahan historis” (jika boleh disebut demikian) dalam Kristen adalah perpecahan sektarian yang berdarah-darah. Bahasa yang dipakai Quran untuk menggambarkan perpecahan sektarian itu menarik: cerai berai justru setelah mendapat wahyu dari Tuhan. Perpecahan sektarian ini umumnya terjadi karena beda tafsir yang tak terkendali sehingga menimbulkan konflik fisik. Ini yang diwanti-wanti oleh Al-Quran.