QS Al Baqarah 87: Tafsir “Ghulfun”

Tafsir Muhammad Asad
— Oleh

Akan tetapi, mereka berkata, “Hati kami telah penuh dengan pengetahuan”. Tidak, tetapi Allah menolak mereka karena keengganan mereka mengakui kebenaran: sebab, sedikit sekali hal-hal yang mereka imani. [QS Al-Baqarah: 87]

Muhammad Asad menafsirkan ayat 2:88 dalam Surah al-Baqarah dengan cukup menarik. Tepatnya mengenai kata “ghulfun” (غلف). Berikut tafsir Asad atas ayat 2:88:

Tafsir Muhammad atas ayat ini sangat menarik untuk disimak. Penafsirannya cukup berbeda dengan tafsir umum yang kita kenal selama ini. QS Al-Baqarah ayat 88 berbicara tentang orang-orang Yahudi di Madinah yang menolak pesan-pesan profetik/kenabian yang dibawa Nabi Muhammad. Alasan penolakan orang-orang Yahudi itu diterangkan dalam ayat 2:88. Mereka mengatakan: “Qulubuna ghulfun“. Umumnya ayat itu diterjemahkan seperti ini.

Lebih jauh Muhammad Asad menjelaskan:

“hati kami adalah khazanah (pengetahuan)” – ini merujuk pada bualan sombong orang-orang Yahudi bahwa mengingat pengetahuan keagamaan yang sudah mereka miliki, mereka tidak membutuhkan dakwah lagi (Ibn Katsir, berdasarkan riwayat Ibn Abbas; penjelasan yang sama disebutkan oleh Al-Thabari dan Al-Zamakhsyari)

Saya kutipkan terjemahan Quran versi Prof. Quraish Shihab, al-Qur’an dan Maknanya, berikut ini:

“Mereka berkata: “Hati kami tertutup.” Tidak! Bahkan sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.”

Terjemahan versi Departemen Agama juga menafsirkan/menerjemahkan ayat 2:88 itu dengan cara yang sama. Kata “ghulfun” ditafsirkan: tertutup. Tetapi Muhammad Asad menafsirkan kata “ghulfun” dengan cara yang lain. Dia memaknai ayat 2:88 itu: Hati kami telah penuh dengan pengetahuan”.

Semula saya cukup terkejut dengan terjemahan atau tafsir Muhammad Asad ini. Saya menganggapnya ini terjemahan yang janggal. Saya coba menelusuri dalam tafsir-tafsir klasik. Setelah saya telusuri, ternyata Muhammad Asad terbukti benar dan memiliki rujukan dalam tafsir lain. Dalam tafsir klasik karya al-Razi, disebutkan tiga pendapat soal kata “ghulfun” ini.

Yang menarik bagi saya adalah, tafsiran Muhammad Asad ini, di mata saya, jauh lebih masuk akal. Saya akan mencoba menjelaskan alasan mengapa tafsir Muhammad Asad ini masuk akal.

Sebagai gambarannya penafsiran ini sama halnya dengan seseorang yang menolak nasehat seorang ustadz dengan terus-terang mengatakan, “Aku menolak kamu, karena hatiku tertutup”. Rasanya kurang masuk akal jika orang Yahudi menolak pesan-pesan Nabi Muhammad dengan mengaku terus terang dan berujar, “hati kami sudah tertutup”. Ini sama saja dengan seseorang yang menolak nasehat seorang ustadz dengan terus terang mengatakan, “Aku menolak kamu, karena hatiku tertutup”. Tafsir Muhammad Asad jauh lebih masuk akal.

Orang Yahudi menolak pesan Nabi Muhamad karena mereka sudah punya kepercayaan atau pengetahuan sendiri. Ibarat sebuah cangkir, jika sudah penuh, dia susah menerima tambahan air baru. Kalau dipaksakan, air itu akan tumpah. Begitu juga dengan orang-orang Yahudi itu. Mereka tak bisa lagi menerima pesan-pesan Nabi Muhammad, karena “cangkir” mereka sudah terisi penuh.

Saya jadi teringat kisah pendeta Budha Zen yang mengatakan, “Jika cangkir kamu sudah penuh, mana mungkin bisa menerima air. Kosongkan dulu!” Pilihan Muhammad Asad untuk menafsir kata “ghulfun” dengan cara seperti yang sudah saya sebut di atas, bagi saya sudah sangat tepat.

Tafsiran Asad itu juga tak keluar dari tafsir-tafsir klasik yang sudah ada. Ternyata pendapatnya itu bercocokan dengan salah satu pendapat ulama klasik. Terjemahan tafsir Asad dalam bahasa Indonesia ini juga cukup bagus sekali. Contoh kecil: kata خشية الله diterjemahkan: gentar-terpukau kepada Allah. Ini mengingatkan saya pada konsep Rudolf Otto tentang Tuhan sebagai “mysterium, tremendum, et fascinans“. 

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.