Tafsir Riba
“Orang-orang yang memenuhi perut mereka dengan riba hanyalah berperilaku seperti orang yang dirasuki setan dengan sentuhannya; karena mereka berkata, “Jual beli itu sejenis riba” – padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Karena itu, siapa saja yang menyadari peringatan Pemeliharaannya, kemudian berhenti [dari riba], boleh menyimpan perolehannya pada masa lalu, dan Allah-lah yang akan menilainya; adapun orang yang kembali mengulanginya – mereka ditetapkan di neraka, berkediaman di dalamnya.” [Al-Baqarah: 275]
Berikut penjelasan Asad tentang ayat di atas:
Untuk pembahasan tentang konsep riba (riba; usury), lihat catatan no. 35 pada Surah Al-Rum [30]:39, tempat istilah ini muncul pertama kali dalam urutan kronologis turunnya wahyu. Ayat yang membahas larangan riba, yang tercantum di sini, diyakini termasuk di antara wahyu-wahyu terakhir yang diterima Nabi. Masalah riba secara logis berkaitan dengan ayat sebelumnya yang Panjang mengenai masalah sedekah, sebab riba, secara moral, benar-benar berlawanan dengan sedekah: sedekah yang sesungguhnya adalah memberi tanpa harapan keuntungan materiel, sedangkan riba didasarkan pada harapan keuntungan tanpa upaya apa pun dari pihak pemberi pinjaman.
Orang yang memakan riba dikritik keras oleh Al-Quran; mereka serupa dengan orang yang kerasukan roh jahat karena kerakusan mereka.
Bahkan dalam ayat 2:279 ditegaskan bahwa Tuhan dan Rasul-Nya menyatakan perang (fa’dzanu bi-harbin) terhadap mereka yang mempraktekkan riba.
Tapi apa yang dimaksud dengan riba? Terus terang Asad tak memberikan jawaban yang definitif. Ini bisa dibaca dalam komentarnya atas ayat 30:39. Saya akan kutipkan dengan lengkap komentar Asad soal riba dalam versi aslinya, bahasa Inggris.
Sebelum masuk ke surah baru, yaitu Al-Imran, saya akan mundur sedikit membahas kembali ayat tentang riba, yaitu 2:275. Kemarin, saya hanya membahas uraian Asad tentang ayat riba ini secara sambil lalu. Karena pentingnya tema ini, saya akan bahas lagi. Saya akan menampilkan berbagai komentar terhadap ayat riba ini dari tiga penerjemah Quran dalam bahasa Inggris. Yaitu: Muhammad Asad, Abdullah Yusuf Ali, dan Maulana Muhammad Ali (seorang tokoh dalam gerakan Ahmadiya Lahore [bukan Qadian]). Kemaren saya menampilkan komentar Asad tentang ayat riba ini dalam versi Inggris. Sekarang saya akan tampilkan dalam versi terjemahan Indonesia.
Pendapat Asad mengenai riba, sebagaimana kita baca, tidak hitam putih. Dia bahkan mengutip pendapat Ibn Katsir tentang rumitnya soal riba ini.
Ini adalah teks Ibn Katsir dalam tafsirnya yang dikutip oleh Asad. “Wa bab al-riba min asykalil abwab”, bab riba adalah yang paling musykil.
Sekarang saya akan kutipkan komentar seorang penerjemah Quran dari India, Abdullah Yusuf Ali. Terjemahan dia paling populer sekarang ini.
Soal riba ini, Abdullah Yusuf Ali sendiri mengakui bahwa, “When we come to the definition of usury there is room for difference of opinion.”
Sekarang, mari kita baca pendapat penerjemah Quran dalam bahasa Inggris, yang adalah tokoh gerakan Ahmadiyah Lahore, Maulana Muhammad Ali:
Dari ketiga penerjemah ini, tampak bahwa M. M. Ali yang tak memperlihatkan adanya ambiguitas dalam definisi riba yang diakui oleh dua penerjemah lain. Yang menarik adalah bahwa ketiga penerjemah ini menggunakan istilah “usury” untuk menerjemahkan “riba”.Kenapa mereka memakai istilah “usury”, bukan “interest”, untuk menerjemahkan kata riba dalam Quran ini? Pertanyaan yang penting menurut saya. Kita tahu, istilah “usury” memiliki nuansa maknawi (semantik) yang berbeda dengan istilah “interest”. Usury adalah bunga ala lintah darat. Interest adalah bunga yang rasional dan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan moneter di suatu negara. Beda dengan “usury”.Mari kita lihat pengertian “usury” dalam bahasa Inggris. Saya akan ambil keterangan dari kamus Merriam-Webster Dict
Muhammed Marmaduke Pickthall juga menggunakan istilah “usury” sebagai padanan untuk kata riba.
Bahwa para penerjemah Quran dalam bahasa Inggris menggunakan kata “usury” (bukan “interest”) sebagai padanan untuk “riba” sangat menarik. Saya yakin para penerjemah itu tahu perbedaan nuansa maknawi antara istilah “usury” dan “interest”. Tak mungkin mereka “ignoramus” soal ini.
Apa kesimpulan pendapat Asad yang agak ambigu itu? Saya memahaminya demikian: dia memahami riba tak secara harfiah.