QS Al-Baqarah: 241-252

Tafsir Muhammad Asad
— Oleh

Kewajiban Suami yang menceraikan isterinya; post-divorce moral obligtion

Dan, jika salah seorang di antara kalian wafat dan meninggalkan istri-istri, mereka mewariskan kepada janda-janda mereka [ha katas] biaya hidup selama setahun tanpa harus diperintahkan untuk meninggalkan [rumah almarhum suaminya]. Namun, jika mereka meninggalkan (rumah itu) [karena kemauan sendiri], tiada dosa atas apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka dengan cara yang halal. Dan, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. [QS Al-Baqarah: 240]

Seorang suami yang menceraikan isterinya, harus memberikan nafkah/rumah tinggal kepadanya selama periode tertentu. Berapa lama periode itu? Pendapat Asad soal berapa lama kewajiban suami menafkahi isteri pasca-cerai kurang begitu jelas. Kemungkinan, satu tahun sesuai ayat 2:240.

Kita tahu, Asad menolak teori nasakh (penghapusan ketetapan hukum dalam satu ayat oleh ayat yang lain karena perubahan kondisi). Jika Asad menolak teori nasakh, maka besar kemungkinan dia akan memahami ayat 2:240 secara kurang lebih harfiah. Apa isi ayat itu? Isinya adalah soal kewajiban suami menafkahi isteri pasca-cerai selama setahun penuh. 

Sebagian besar ulama klasik Islam berpendapat lain. Ulama klasik umumnya berpendapat bahwa ayat 2:240 itu dihapuskan (nasakh) ketetapan hukum hukumnya oleh ayat-ayat lain yang menerangkan tentang ‘iddah.

Ayat-ayat yang menjelaskan soal ‘iddah (masa menunggu bagi isteri pasca-cerai atau suami meninggal) adalah:2:228, 2:234 dan 65:4.

Menurut mayoritas ulama klasik, kewajiban suami menafkahi isteri pasca-cerai adalah selama masa ‘iddah saja. ‘Iddah/waiting period post-divorce adalah tiga kali periode suci (tak menstruasi) atau melahirkan anak jika isteri dicerai dalam keadaan hamil.

Karena Asad menolak nasakh, besar kemungkinan ia berpendapat bahwa suami wajib menafkahi isteri pasca-cerai selama 1 tahun sesuai ayat 2:240.

Perkecualian terjadi ketika isteri nikah dengan suami baru sebelum masa setahun selesai. Maka kewajiban menafkahi bagi suami sebelumnya gugur. 

Ayat-ayat lain setelah ayat-ayat:241 bicara mengenai kisah-kisah penindasan yang dialami oleh bangsa Israel dan perlawanan yang dipimpin Samuel, Saul, David. Samuel tak pernah disebut oleh Quran. Tetapi Saul dan David dikisahkan dalam Quran. Nama Saul dalam Quran adalah: Thalut, David adalah Daud.

Kisah-kisah tentang sosok-sosok dalam Perjanjian Lama ini tak dikisahkan secara “naratif” dalam Quran sebagaimana kita jumpai dalam Perjanjian Lama atau Torah. Sosok-sosok Perjanjian Lama itu disinggung dalam Quran untuk tujuan yang berbeda, bukan tujuan naratif.

Tujuannya: sekedar diambil sebagai pelajaran saja. Karena itu pendekatan Quran terhadap kisah-kisah dalam tradisi Perjanjian Lama tidak naratif sama sekali (kisah yang utuh dengan plot yang urut). Pendekatan Quran adalah sekadar alusi, cross-referencing, intertextuality yang tidak mensyaratkan pengisahan secara naratif dan lengkap.

Penulis

Buletin ghazalia

Dapatkan info publikasi dan program Ghazalia College terbaru.