Tafsir Jihad
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi janganlah melancarkan agresi – sebab, sungguh, Allah tidak menyukai orang yang melancarkan agresi. [Al-Baqarah: 190]
Asad berpandangan bahwa sebagian besar ulama Islam, berdasarkan ayat 2:190 ini, berpendapat: yang dibolehkan hanyalah perang defensif. Ia menjelaskan:
Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya dengan tegas menetapkan bahwa perang hanya dibolehkan bagi kaum Muslim untuk membela diri (dalam pengertian yang terluas). Kebanyakan mufassir sepakat bahwa ungkapan ‘la ta’tadu’, dalam konteks ini, berarti “janganlah menalcarkan agresi” (do not commit aggression); sedangkan, al-mu’tadin berarti “orang-orang yang melancarkan agresi”. Selanjutnya, karakter defensive perang “di jalan Allah” – yaitu, yang sesuai dengan prinsip etis yang diperintahkan Allah- terlihat jelas dalam sebutan “orang-orang yang memerangi kalian” dan sudah dijelaskan lebih lanjut dalam Surah Al-Hajj [22]: 39 (“izin [untuk berperang] yang, menurut semua riwayat hadis yang ada, merupakan ayat Al-Quran paling awal (dan karenanya fundamental) yang membahas masalah jihad atau perang suci (lihat Al-Thabari dan Ibn Katsir dalam penafsirannya atas Surah Al-Hajj [22]” 39). Bahwa prinsip pembelaan diri yang paling awal dan fundamental ini merupakan satu-satunya alasan pembenaran atas perang – dan bahwa prinsip ini berlaku di dalam seluruh Al-Quran- terlihat jelas dari Surah Al-Mumtahanah [60]: 8, dan juga dari kalimat penutup Surah Al-Nisa’ [4]: 91, yang keduanya termasuk ke dalam periode yang lebih belakangan daripada ayat di atas.
Kalau kita baca semua ayat di Quran mengenai jihad/perang, memang tampak jelas bahwa yang dibolehkan hanyalah perang defensif (جهاد دفاعى). Apa yang dikemukakan Asad didukung oleh banyak ayat dalam Quran serta oleh pendapat sebagian besar ulama klasik.
Prof. Quraish Shihab pernah menulis buku khusus untuk menyangkal tuduhan bahwa Islam adalah agama perang, berjudul “Ayat-Ayat Fitna”. Salah satu fitnah besar yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah munculnya anggapan bahwa Islam adalah agama kekerasan. Persepsi ini muncul karena ada segelintir umat Islam yang menafsirkan ayat-ayat perang dalam Quran secara serampangan untuk justifikasi teror.
Apa yang dilakukan oleh segelintir umat Islam yang mengikuti ideologi kaum jihadis ini menimbulkan persepsi yang keliru tentang Islam. Saya tak melihat satupun ulama yang mu’tabar (otoritatif) dari mazhab manapun yang bisa membenarkan paham ISIS atau Al-Qaidah.
Jumhur/mayoritas, bahkan semua ulama yang otoritatif (termasuk ulama Wahabi) menganggap paham jihad ISIS/Al-Qaidah adalah penyelewengan. Yusuf Qardawi, yang oleh koalisi Saudi saat ini digolongkan dalam daftar ulama yang mendukung terorisme, menulis buku menarik soal jihad. Yusuf Qardawi, ulama Ikhwanul Muslimin itu, mengkritik keras pandangan/ideologi kaum jihadis itu dalam bukunya tadi.
Tafsir Kewajiban Haji
Haji itu harus berlangsung pada bulan-bulan yang ditetapkan. [Al-Baqarah: 197]
Ayat haji itu menegaskan bahwa kewajiban haji berlangsung pada “asyhurun ma’lumat”. Terjemahan Asad atas frasa ini agak berbeda. Dalam terjemahan versi Depag dan Prof. Quraish, frasa itu diterjemahkan: “Bulan yang dimaklumi”. Asad mengajukan terjemahan yang agak beda. Sementara ini terjemahan versi Prof. Quraish mirip dengan terjemahan Depag. Terjemahan Asad atas frasa “asyhurun ma’lumat” adalah: “Bulan-bulan yang ditetapkan”. Terjemahan ini memang tak letterlijk, tapi lebih make sense.
Terjemahan Asad secara umum jauh lebih bersifat non-harfiah. Terjemahan dia lebih ingin menangkap makna ketimbang terjemahan harfiah. Karena yang dikehendaki Asad adalah menerjemahkan Quran dengan cara yang sebisa mungkin membuat orang modern paham, terjemahan dia lebih bebas. Dalam banyak kasus, dia sengaja menyelipkan keterangan tambahan (interpolasi/glossing) agar makna ayat yang tampak kriptik jadi terpahami. Saya akan kasih contoh kecil, yaitu terjemahan Asad atas ayat sebelumnya, yaiyu 2:194. Secara harfiah, ayat (الشهر الحرام بالشهرالحرام) bermakna: Bulan haram dengan bulan haram. Sementara Asad menerjemahkannya seperti berikut:
Berperanglah pada bulan-bulan suci jika kalian diserang. Sebab, pelanggaran terhadap kesucian [harus dihukum] balasan yang setimpal.