Banyak poin-poin menarik yang diulas dalam tafsir Asad atas sepuluh ayat ini.
Salah satu yang menarik, Asad selalu menerjemahkan frasa “alladzina amanu” dengan: “orang-orang yang meraih iman” (you who have attained to faith). Ini beda dengan terjemahan yang umum selama ini kita kenal. “Alladzina amanu” selama ini umum diterjemahkan sebagai “orang-orang yang beriman”.
Dalam tafsir Asad ini kerapkali ia juga menyinggung perbedaan pada fuqaha (ahli hukum Islam) karena perbedaan menafsirkan sebuah ayat. Salah satu contoh yang menarik adalah saat Asad membahas QS 2:158, tentang sa’i atau ritual berjalan cepat antara dua bukit: Safa dan Marwah. Berikut kutipannya:
Dari ungkapan “jika seseorang melakukan kebajikan melebihi yang diwajibkan kepadanya” yang dibaca dalam kaitannya dengan “tiada salahnya orang yang…….” (atau, lebih harfiah lagi, “tiada celaan baginya, yang….”) beberapa ulama terkemuka seperti, Imam Abu Hanifah -berkesimpulan bahwa berlari bolak-balik antara Al-Shafa dan Al-Marwah (sa’i) tidak wajib hukumnya dalam ritual haji, tetapi merupakan perbuatan saleh yang utama (sunnah mu’akkad) (lihat dalam Al-Zamakhsyari dan Al-Razi). Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa sa’i merupakan bagian integral dari haji.
Terakhir, yang bagi saya menarik, Asad menafsirkan istilah “la’nah” (لعنة) yang biasa diartikan sebagai “laknat” dengan pengertian lain: penolakan. Misalnya QS 2:159 diterjemahkan dengan cara yang unik sebagaimana bisa Anda baca dalam kutipan di bawah ini:
Perhatikanlah, orang-orang yang menyembunyikan bukti apa pun tentang kebenaran dan petunjuk yang telah Kami turunkan, setelah Kami menjelaskannya kepada manusia melalui kitab ilahi- mereka inilah orang-orang yang akan ditolak oleh Allah, dan ditolak oleh semua yang dapat menilai.
Asad sampai kepada pendapat semacam ini (yaitu menafsir “la’nah” sebagai “penolakan”, bukan “laknat”) dengan merujuk kepada Muhammad Abduh.
Beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari sepuluh ayat yang saya baca pagi ini: QS 2:151-160 adalah sebagai berikut,
Pertama, seorang beriman diperintahkan untuk menghadapi segala tantangan dalam hidup dengan dua sikap etis yang utama: berdoa (salat) dan sabar.
Kedua, seseorang yang gugur di jalan Tuhan memang tampak mati secara fisik. Tetapi, secara hakiki, ruh mereka tetap hidup. Mereka terus dikenang.
Ketiga: orang yang menyembunyikan kebenaran Tuhan, sebagaimana dilakukan orang-orang Yahudi pada zaman Nabi, akan dilaknat (ditolak) oleh Tuhan.