“Ketika Pemeliharanya berfirman kepadanya, “Berserah dirilah kepada-Ku!” – dia menjawab, “Aku telah berserah diri kepada[-Mu], Pemelihara seluruh alam.” [QS Al-Baqarah: 131]
Ada hal-hal menarik dalam tafsir Asad ini, juga terjemahannya yang dikerjakan sangat baik oleh tim editor Mizan. Saya akan kasih beberapa contoh. Contoh kecil: Asad selalu menerjemahkan kata “rabb” dalam bahasa Arab sebagai “sustainer”. Tim penerjemah Mizan menerjemahkannya: Pemelihara. Jadi “rabb al-‘alamin” diterjemahkan oleh Asad sebagai: “sustainer of all the worlds”, pemelihara seluruh alam.
Asad juga melakukan banyak “ijtihad linguistik” dalam menafsirkan sejumlah kata dan partikel (huruf) dalam bahasa Arab. Saya akan kasih contoh. Ini adalah salah satu contoh “ijtihad linguistik” (الاجتهاد اللغوى) yang dilakukan Asad.
Dalam catatan kaki nomor 107, Asad mengatakan:
Yakni, “dalam tradisi keagamaan yang kalian anut”. Harus dicatat bahwa kata sambung am, yang ada di awal kalimat ini, tidak selalu digunakan dalam pengertian kalimat (“apakah…?”): kadang-kadang -dan terutama ketika secara sintaksis tidak dihubungkan dengan kalimat sebelumnya, seperti dalam kasus ini -kata ini sama dengan bal (“sebaliknya” atau “tidak, tetapi”) dan idak memiliki konotasi kalimat tanya.
Partikel atau kata sambung “am” –secara gramatik– dalam bahasa Arab adalah bagian dari apa yang disebut dengan “partikel penyambung” (حروف العطف). Biasanya partikel penyambung “am” bermakna “atau” (او). Tetapi itu tergantung fungsinya secara gramatik dalam kalimat. Saya akan bahas sedikit. Ada dua jenis “am” (ام) yang berfungsi sebagai kata/partikel sambung dalam bahasa Arab. Ada am muttasilah ada am munfasilah. Jika am muttasilah, maknanya “atau”. Jika am munfasilah, maka maknanya “tidak, tetapi”. Sama dengan partikel “bal” (بل). Dalam menerjemahkan ayat 2:133 ini, Asad secara tepat menerjemahkan “am” sebagai am munfasilah — “tidak, tetapi…”. Lihat catatan kaki no 107. Menurut saya, terjemahan Asad atas ayat 2:133 ini lebih baik tinimbang terjemahan Depag berikut:
Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya.”
Terjemahan Depag tidak secara eksplisit menunjukkan fungsi gramatik partikel “am” dalam ayat 2:133 tadi. Ini menurut pendapat saya. Itu sekelumit tentang ijtihad linguistik Asad. Menurut saya, aspek ini menarik di-stabillo (digarisbawahi). Dalam tafsirnya ini, Asad merujuk kepada sejumlah literatur leksikografi (كتب اللغة/المعاجم). Memperkaya pembaca dengan “linguistical points”. Muhammad Asad bukan muallaf sembarangan. Dia mempelajari bahasa Arab secara sungguh-sungguh. Usahanya mempelajari bahasa Arab mengagumkan.
Muhammad Asad melewatkan waktu berbulan-bulan untuk tinggal bersama suku-suku Badui di padang pasir agar mendapat “feel” bahasa Arab yang sungguhan. Karena itu, pengetahuan Asad tentang bangsa Arab tak saja diperoleh dari buku atau guru, tetapi dari pengalaman langsung tinggal bersama suku-suku badui. Apakah ada Muslim Indonesia yang belajar bahasa seserius seperti dilakukan oleh Muhammad Asad ini? Terjemahan tafsir Asad dalam bahasa Indonesia ini juga bagus sekali. Contohnya adalah seperti dalam menerjemahkan Surat Al-Baqarah ayat 107 ini: samawat diterjemahkan “lelangit”.
Saya suka penggunaan kata “lelangit” untuk padanan kata “samawat” (سموات). Setahu saya, ini pertama kali saya jumpai terjemahan seperti ini. Bagus!
Kalau kata حفظ diterjemahkan sebagai “memelihara” sudah umum/biasa. Tapi “rabb” (رب) diterjemahkan sebagai “pemelihara” sangat tidak umum. Tapi bagus.