Perceraian
Saya akan bagikan beberapa poin menarik dalam tafsir Asad atas ayat-ayat ini. Pembahasan dalam ayat ini berkaitan dengan apa yang dalam kajian fiqh disebut “ahwal syakhsyiyyah“, masalah keluarga, khusunya soal cerai.
Kita tahu, Islam tak melarang perceraian. Jika pernikahan sudah berujung pada “dead-end“, dan tak ada solusi lain, cerai dibolehkan.
Tapi dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud dan Ibn Majah, talak disebut Nabi sebagai tindakan halal yang dibenci Tuhan. (Tapi tetap boleh dilakukan).
Dibolehkannya talak dalam Islam sebetulnya menandakan sekali lagi “waqi’iyyatul fiqh al-Islami”, realisme hukum Islam. Yang dimaksud dengan “realisme” (waqi’iyyah) di sini adalah: Islam memperhatikan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Tidak bersikap cuek padanya.
Jika realitasnya pernikahan tak bisa dipertahankan lagi, Islam tak hendak menempatkan suami-isteri dalam situasi “locked-up“, terpenjara. Jika sudah mentok, cerai diperbolehkan. Tetapi Islam menegaskan sejumlah batasan-batasan etis agar cerai/tapak tidak dipraktekkan secara “abusive“.
Dalam ayat 2:231, misalnya, disebutkan batasan-batasan itu.
Pertama, jika suami menceraikan isterinya, maka dia punya dua pilihan. Pertama: Suami bisa rujuk kembali kepada isterinya (asal belum talak sampai tiga kali) selama dalam masa “waiting period” atau ‘iddah.
Kedua, Suami bisa meneruskan talaknya hingga selesainya masa “waiting period” sehingga talak itu berkekuatan tetap (inkracht).
Tetapi, ayat 2:231 itu menegaskan: wa la tumsikuhunna diraran li ta’tadu; jangan rujuk kembali kepada isteri dengan niat jahat. Contoh niat jahat itu: suami rujuk kembali sekedar supaya isterinya tak dikawini laki-laki lain. Padahal dia sendiri sudah tak mencintainya. Atau rujuk kembali sekedar untuk menyiksa isterinya dengan ttapi mempertahakannya dalam ikatan pernikahan supaya dia bisa meng-abuse terus sang isteri. Niat-niat jahat semacam itu dilarang dalam etika keluarga Islam.
Kita baca terjemahan Asad atas ayat 2:231 yang penting berikut ini: Begitu juga, apabila kalian menceraikan perempuan ketika mereka mendekati akhir masa penantiannya, pertahankanlah mereka dengan cara yang baik. Akan tetapi, janganlah mempertahankan mereka bertentangan dengan keinginan mereka dengan tujuan menyakiti [mereka]: sebab, siapa pun yang bertindak demikian, sungguh dia menganiaya dirinya sendiri. [QS Al-Baqarah 231]
